Menapaki Air Terjun Dengan Tema Tanduale
BOMBANA, FOKUSTENGGARA.COM–Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat(PPKM) akibat dari pandemi Covid-19 membuat tidak sedikitnya kalangan remaja, pemuda di Indonesia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain game online di rumah.
Akan tetapi, hal itu rupanya tidak berlaku bagi sejumlah pemuda dan remaja di Bombana, Sultra. Hingga kini, mereka yang tergabung dalam Seniman Pemuda Kreatif (Sepakat) Bombana itu masih aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang bernilai edukasi. Meski secara terbatas, sesuai anjuran Pemerintah.
Secara nasional, saat ini Indonesia telah terbebas dari zona merah sehinggah pemerintah memberikan sedikit kelonggaran dalam hal beraktivitas. Hal ini menjadi momentum baik bagi organisasi SEPAKAT dalam menjalankan tugas organisasi sesuai Visi dan Misinya, yakni membangun gerakan sadar budaya.
Tidak mau kehilangan momentum, hari ini, Sabtu, 6 November 2021, sejumlah pemuda yang tergabung dalam Sepakat itu, menapaki air jatuh Sangkona, yang terletak di kaki gunung Kecamatan Rumbia. Tujuannya bukan untuk berendam ataupun menyelam di pusaran air bah air jatuh tersebut. Melainkan, untuk kembali menggelar kegiatan edukasi berupa diskusi bermuatan adat.
Tidak main-main tema yang mereka pilihpun sedikit berat, yakni “Korelasi Sumpah Adat (Metotona) Dalam proses TANDUALE” atau biasa juga di sebut “Sumpah Persaudaraan” antara dua etnis berbeda. Mungkin hal ini menjadi salahsatu alasasan mereka memilih tempat itu.
Dalam suasana sejuk, ditengah suara desiran air jatuh, dan cahaya matahari yang tidak lagi tembus membakar badan karena tertutup sejumlah dahan pohon yang rindang, diskusi tersebut berjalan hidmat. Sesekali mereka beradu gagasan ide dan pendapat.
Kepada Fokustenggara.com, Ketua Sepakat Bombana, Heryan Puwatu, mengatakan kegiatan ini merupakan bentuk ketegasan dari konsistensi organisasi SEPAKAT dalam melestarikan kebudayaan moronene, serta untuk memudahkan pemuda sebagai regenerasi atau generasi penerus dalam mengakses pengetahuan.
“Guna kecakapan akan pengetahuan kebudayaan adati Moronene yang hari ini mengalami degradasi,” kata Heryan Puwatu
Olehnya, mengangkat TANDUALE sebagai tema dalam diskusi adalah sesuatu yang penting dan perlu. Sebab menurutnya, “TANDUALE” sebagai sumpah persaudaraan merupakan resolusi konflik “Adati” (Adat dalam bahasa daerah moronene) yang memiliki sejarah emosional terbentuknya jalinan persaudaraan antara etnis Moronene dan suku Bugis.
“Menghidupkan kembali semangat dan pengetahuan regenerasi penerus tentang tanduale merupakan upaya mencegah konflik dimasa depan,” kata Heryan Puwatu yang biasa di sapa Hery ini.
Reporter:R1